SEMPURNA? TIDAK
Aku
masih muda, usiaku baru 16
tahun. Aku seorang pelajar SMA yang memiliki segudang prestasi. Namaku Rani,
bukan hanya sebagai pelajar, aku juga seorang model, memiliki otak yang cerdas,
mudah bersosialisasi, mempunyai banyak piala kejuaraan, kata orang, akupun
berparas rupawan serta dipuja banyak orang.
Aku
akui memang aku bangga, senang, kagum pada diriku sendiri. Diusiaku yang masih
remaja, aku sudah memiliki kehidupan yang sempurna. Setidaknya itulah yang
dipikirkan orang diluar sana. Seperti saat ini, sebentar lagi bel masuk akan
berbunyi, menandakan pelajaran akan segera dimulai.
“kriing.. kringgg” suar bel telah
berbunyi. Aku duduk dimeja paling depan, aku melamun memikirkan kehidupanku
yang sempurna kata orang, tapi terlalu datar menurutku. Hingga aku tak sadar
jika guru memperhatikanku.
“Rani, jangan melamun disaat jam
pelajaran, coba kedepan dan kerjakan soal itu” Perintah Bu Dwi, guru Fisika.
Aku maju kedepan dan mengerjakan dengan mudah. Itulah salah satu kehidupanku
yang menurutku datar tanpa tantangan.
Saat
pulang sekolah aku harus segera berganti pakaian untuk pemotrertan majalah.
Disanalah aku bertemu Rico dan Amanda. Mereka rekan dalam dunia modelku.
Awalnya mereka mengajakku untuk berjalan-jalan, mungkin sekedar ke mall. Hingga
aku diajak mereka kedunia malam atau biasa mereka sebut diskotik. Aku hanya
mengikuti mereka tanpa ikut dalam dunia mereka seperti mabuk dan sebagainya.
Akun
pulang saat dini hari, saat aku bingung akan masuk lewat mana, terdengar suara
papa dan mama.
“Dari mana kamu ran? Udah dini hari baru
pulang? Mau jadi apa kamu nanti?”kata papa dengan nada yang kasar
“Dari pemotretan, toh papa mama juga
senangkan aku menghasilkan uang.” Tanya ku sinis, aku berani berkata begitu
karena memang mereka yang menuntutku untuk ikut dunia modeling. Mereka ingin aku
menghasilkan uang. Walau aku sempat menikmati kehidupanku itu.
“Jangan berani sama papa mama ya. Sudah
salah malah ngelawan kamu. “ jawab papa lagi dengan kasar.
“Kenapa? Mau aku berhenti? Biar uang
kalian berkurang?”Aku tau mereka tak mungkin mengijinkanku berhenti sebagai
model.
“Sudahlah Ran, kapan gajimu akan cair?
Mama harus membayar arisan” Kata mama dengan muka datar.
“Terserah kalian, jangan salahkan Rani
jika rani membuat kesalahan.” Aku sudah capek, bukankah mereka tau aku bukan
bercita-cita sebagai model. Tapi mereka selalu memaksa. Aku langsung
meninggalkan mereka menuju kamar.
Hari
berlanjut, hampir setiap hari aku, Rico dan Amanda pergi ke diskotik.
Lama-kelamaan aku mulai masuk kekehidupan mereka. Aku mulai merokok, meminum
minuman keras, gaya hidupku yang kebarat-baratan dan berbagai kenakalan remaja
lainnya. Aku merasa bebas, melepaskan semua beban yang aku punya. Aku tidak memikirkan lagi
kehidupanku selanjutnya. Yang ada dipikiranku hanya senang dan bersenang
senang. Aku mulai berani membolos sekolah, pulang larut malam bahkan pernah
hingga pagi hari. Prestasi akademik maupun non akademik menurun, berani melawan orang tua,
mulai tertutup dengan orang lain, hanya dikelilingi orang-orang yang salah
pergaulan. Kehidupan yang it uterus berlanjut, hingga kelulusan telah tiba.
Saat kelulusan diumumkan, saat itulah aku tersadar. Aku
merasa bosan dengan kehidupan baruku yang monoton. Bukan hanya itu, dulu aku
tak ingin menjadi model karena ada cita-cita yang sangat aku inginkan. Menjadi
seorang polwan adalah tujuanku. Tapi dengan keadaanku yang sekarang membuatku
kehilangan cita-cita yang selalu kuimpikan. Semua telah berubah, semua telah
hilang, semua prestasi, kelebihan, moral yang baik yang dulu melekat dihidupku
kini telah berubah. Tinggal AKU seorang
RANI yang terpuruk menyesali
keputusan salah yang pernah kuambil dengan ikut terseret oleh arus kenakalan
remaja.
Selama beberapa bulan aku bingung, aku terpuruk dengan
semua apa yang telah terjadi. Tapi aku sadar jika diam tidak akan menghasilkan
perubahan. Jika aku yang tidak berusaha mengubahnya, lalu siapa lagi yang akan
mengubahnya. Aku pernah gagal, dan tidak akan gagal untuk yang kedua kalinya.
Tidak menjadi polwan bukan berarti gagal, mungkin ada
kesempatan lain yang menungguku untuk menjemputnya. Aku mencoba untuk menulis,
berawal dari pengalaman-pengalamanku yang pernah kualami, berlanjut dengan
menulis artikel-artikel, menulis novel, dan sebagainya. Aku mulai nyaman
menjalani kehidupanku yang sekarang. Mungkin inilah rencana tuhan untukku yang
paling baik untuk sekarang, dan kedepannya.